Sebagian dari para
pasangan yang baru menikah tidak mengetahui bagaimana memaksimalkan malam
pertama mereka. Asal main terjang dan terobos adalah aktivitas utama. Al hasil
banyak loyonya ketimbang puasnya. Malam pertama bukan melulu berhubungan badan.
Lebih jauh lagi menyatukan emosi dan perasaan antara dua insan. Oleh karena itu
hendaknya dilakukan dengan benar. Lantas Bagaimana menggauli istri yang benar?
Adab dan tata cara menggauli istri yang benar adalah seperti yang di contohkan
oleh Rasulullah SAW.
Islam adalah agama
yang lengkap yang mana ajrannya meliputi semua aspek kehidupan tak terkecuali
pernikahan. Berbicara pernikahan tak akan lepas dari malam pertama. Malam
pengantin bagi pasangan suami istri hendaklah penuh dengan suasana kelembutan,
kasih sayang dan kesenangan. Malam yang menghubungkan suami dengan istrinya
dengan tali kasih sayang dan cinta dan dapat menghilangkan kecemasan dan
ketakutan serta menjadikan istrinya merasa tenang dengannya.
Berikut beberapa
adab yang disebutkan didalam warisan kita untuk membentuk kehidupan baru,
semoga bermanfaat :
1.Kebenaran niat
Hendaklah niat suami
istri untuk menikah adalah untuk menjaga kehormatannya, berdasarkan sabda
Rasulullah saw,”Tiga orang yang memiliki hak atas Allah menolong mereka :
seorang yang berjihad di jalan Allah, seorang budak (berada didalam perjanjian
antara dirinya dengan tuannya) yang menginginkan penunaian dan seorang menikah
yang ingin menjaga kehormatannya.” (HR. Ahmad, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Hakim
dari hadits Abu Hurairoh)
2. Berhias dan
mempercantik diri.
Hendaknya seorang
istri mempercantik dirinya dengan apa-apa yang dibolehkan Allah swt. Pada
dasarnya hal ini dibolehkan kecuali terhadap apa-apa yang diharamkan oleh dalil
seperti mencabuti alis dan bulu diantara keduanya atau mengeroknya, menyambung
rambut dengan rambut lain, mentato, mengikir gigi agar lebih cantik. Diharamkan
baginya juga mengenakan pakaian yang diharamkan baik pada malam pengantin
maupun di luar malam itu. Diperbolehkan baginya menghiasi dirinya dengan emas
dan perak sebagaimana biasa dikenakan kaum wanita.
Begitu juga dengan
si suami hendaknya memperhias dirinya untuk istrinya karena hal ini merupakan
bagian dari menggaulinya dengan cara yang baik. Firman Allah swt :
yang artinya : “Akan
tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya.” (QS.
Al Baqoroh : 228)
Namun demikian
hendaknya upaya menghias diri ini tetap didalam batasan-batasan yang
dibenarkan. Tidak dibolehkan baginya mengenakan cincin emas kecuali perak.
Tidak dibolehkan baginya mencukur jenggot, memanjangkan pakaiannya hingga ke
tanah, mengenakan sutera kecuali tehadap apa-apa yang dikecualikan syariat.
3. Lemah lembut
terhadap istrinya saat menggaulinya
Diriwayatkan oleh
Ahmad didalam al Musnad dari Asma binti Yazid bin as Sakan berkata,”Aku pernah
merias Aisyah untuk Rasulullah saw lalu aku mendatangi beliau saw dan
mengajaknya untuk melihat kecantikan Aisyah. Beliau saw pun mendatanginya
dengan membawa segelas susu lalu beliau meminumnya dan memberikannya kepada
Aisyah maka Aisyah pun menundukkan kepalanya karena malu. Asma berkata,”Maka
aku menegurnya.” Dan aku katakan kepadanya,”Ambillah (minuman itu) dari tangan
Nabi saw.” Asma berkata,”Maka Aisyah pun mengambilnya lalu meminumnya sedikit.”
4. Mendoakan
istrinya.
Hendaklah suami
meletakkan tangannya di kening istrinya dan mengatakan seperti yang disabdakan
Rasulullah saw,”Apabila seorang dari kalian menikah dengan seorang wanita atau
membeli seorang pembantu maka hendaklah memegang keningnya lalu menyebut nama
Allah azza wa jalla dan berdoa memohon keberkahan dengan mengatakan : Allahumma
Innii Asaluka Min Khoiriha wa Khoiri Ma Jabaltaha Alaihi. Wa Audzu bika Min
Syarri wa Syarri Ma Jabaltaha Alaih—Wahai Allah sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu kebaikannya dan kebaikan dari apa yang Engkau berikan kepadanya serta
Aku berlindung kepada-Mu daripada keburukannya dan keburukan yang Engkau
berikan kepadanya..”
5. Melaksanakan
shalat dua rakaat
Diriwayatkan Ibnu
Syaibah dari Ibnu Masud, dia mengatakan kepada Abi Huraiz,”Perintahkan dia
untuk shalat dua rakaat dibelakang (suaminya) dan berdoa,”Allahumma Barik Lii
fii Ahlii dan Barik Lahum fii. Allahummajma’ Bainanaa Ma Jama’ta bi Khoirin wa
Farriq Bainana idza Farroqta bi Khoirin—Wahai Allah berkahilah aku didalam
keluargaku dan berkahilah mereka didalam diriku. Wahai Allah satukanlah kami
dengan kebaikan dan pisahkanlah kami jika Engkau menghendaki (kami) berpisah
dengan kebaikan pula.”
6. Apa yang
dikatakan ketika melakukan jima’ atau saat menggauli istrinya.
Diriwayatkan dari
Ibnu Abbas bahwa Nabi saw bersabda,”Apabila seorang dari kalian mendatangi
istrinya maka hendaklah dia berdoa,”Allahumma Jannibna asy Syaithon wa Jannib
asy Syaithon Ma Rozaqtana—Wahai Allah jauhilah kami dari setan dan jauhilah
setan dari apa-apa yang Engkau rezekikan kepada kami—sesungguhnya Allah Maha
Mampu memberikan buat mereka berdua seorang anak yang tidak bisa dicelakai
setan selamanya.”
7. Diharamkan
baginya menyiarkan hal-hal yang rahasia diantara suami istri
Diriwayatkan oleh
Ahmad dari Asma binti Yazid yang saat itu duduk dekat Rasulullah saw bersama
dengan kaum laki-laki dan wanita lalu beliau saw bersabda,”Bisa jadi seorang
laki-laki menceritakan apa yang dilakukannya dengan istrinya dan bisa jadi
seorang istri menceritakan apa yang dilakukannya dengan suaminya.” Maka mereka
pun terdiam. Lalu aku bertanya,”Demi Allah wahai Rasulullah sesungguhnya kaum
wanita melakukan hal itu begitu juga dengan kaum laki-laki mereka pun
melakukannya.” Beliau saw bersabda,”Janganlah kalian melakukannya. Sesungguhnya
hal itu bagaikan setan laki-laki berhubungan dengan setan perempuan di jalan
lalu (setan laki-laki) menutupi (setan perempuan) sementara orang-orang
menyaksikannya.”
8. Berwudhu diantara
dua jima’ meskipun mandi adalah lebih utama
Apabila seorang
laki-laki menggauli istrinya lalu dia ingin kembali mengulanginya maka yang
paling utama baginya adalah berwudhu sehingga dapat mengembalikan tenaganya,
sebagaimana yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Said al Khudriy
berkata,”Rasulullah saw bersabda,’Apabila seorang dari kalian menggauli
istrinya kemudia dia ingin mengulanginya lagi maka berwudhulah diantara kedua
(jima) itu.”
Didalam sebuah
riwayat,”Seperti wudhu hendak shalat.” (HR. Muslim) Abu Naim
menambahkan,”Sesungguhnya hal itu akan mengembalikan tenagannya.”
Mandi lebih utama,
sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Daud dari Rafi’ bahwa Nabi saw mengelilingi
para istrinya dan mandi ketika (hendak menggauli) istri yang ini dan juga
dengan yang istri ini. dia berkata,”Aku bertanya kepadanya,’Wahai Rasulullah
apakah tidak cukup hanya dengan sekali mandi?’ beliau saw menjawab,”Ini lebih
suci. Lebih wangi dan lebih bersih.”
9. Mandi berduaan
Dibolehkan bagi
suami istri untuk mandi secara bersama-sama dalam satu wadah, sebagaimana
diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Aisyah berkata,”Aku mandi bersama
Rasulullah saw dari satu wadah antara diriku dengan dirinya. Tangan kami saling
bergantian berebutan sehingga aku mengatakan,”tinggalkan (sedikit air) buatku,
tinggalkan buatku.” Dia berkata,”Mereka berdua dalam keadaan junub.”
Dari hadits diatas
maka diperbolehkan keduanya telanjang dan saling melihat aurat satu dengan yang
lainnya.
Didalam hdits yang
diriwayatkan oleh Abu Daud dan Ibnu Majah dari Muawiyah bin Haidah berkata,”Aku
berkata,’Wahai Rasulullah. Apa yang dibolehkan dan dilarang dari aurat kami?’
beliau menjawab,”Jagalah auratmu kecuali terhadap istri atau budakmu.” Maka dibolehkan
bagi salah seorang dari pasangan suami istri untuk melihat seluruh badan
pasangannya dan menyentuhnya hingga kemaluannya berdasarkan hadits ini, karena
kemaluan adalah tempat kenikmatan maka dibolehkan melihat dan menyentuhnya
seperti bagian tubuh lainnya.
10. Bersenda gurau
dengan istri
Dibolehkan bersenda
gurau dan bermain-main dengan istrinya di tempat tidur, sebagaimana sabdanya
saw,”… Mengapa bukan dengan gadis maka engkau bisa bermain-main dengannya dan
dia bisa bermain-main denganmu.” (HR. Bukhori dan Muslim) dan didalam riwayat Muslim,”Engkau
bisa bahagia dengannya dan dia bisa bahagia denganmu.”
Diantara senda gurau
dan mempergaulinya dengan baik adalah ciuman suami walaupun bukan untuk jima’.
Rasulullah saw mencium dan menyentuh istri-istrinya meskipun mereka dalam
keadaan haidh atau beliau mencium dan menyentuhnya meski beliau sedang dalam
keadaan puasa.
Sebagaimana terdapat
didalam ash Shahihain dan lainnya dari Aisyah dan Maimunah bahkan juga
diriwyatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dari Aisyah berkata,”Nabi saw mencium
sebagian istri-istrinya kemudian beliau keluar menuju shalat dan tidak berwudhu
lagi.” Ini sebagai dalil bahwa mencium istri tidaklah membatalkan wudhu.
11. Dibolehkan ‘Azl
Dibolehkan bagi
seorang suami untuk melakukan ‘azl yaitu mengeluarkan air maninya di luar
kemaluan istrinya, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim dari Jabir
bin Abdullah berkata,”Kami melakukan ‘azl sementara al Qur’an masih turun.”
Didalam sebuah riwayat,”Kami melakukan ‘azl pada masa Rasulullah saw dan hal
ini sampai kepada Nabi saw dan beliau saw tidaklah melarangnya.”
Meskipun demikian
yang paling utama adalah meninggalkan ‘azl karena hal itu dapat mengurangi
kenikmatan baginya dan bagi istrinya dan karena hal itu juga dapat
menghilangkan tujuan dari pernikahan yaitu memperbanyak keturunan umat ini,
berdasarkan sabda Rasulullah saw,”Nikahilah oleh kalian (wanita-wanita) yang
dapat mendatangkan anak lagi mendatangkan kasih sayang. Sesungguhnya aku akan
membanggakan banyaknya (jumlah) kalian dihadapan semua umat pada hari kiamat.”
Akan tetapi tidak
diperbolehkan bagi seorang muslim melakukan ‘azl selamanya karena dapat
membatasi dan mencegah keturunan…..
12. Mengunjungi
kerabat pada pagi harinya
Dianjurkan baginya
pada pagi harinya untuk mengunjungi kaum kerabatnya yang telah memenuhi
undangannya.. berdasarkan hadits Anas berkata,”Rasulullah saw mengadakan pesta
saat menikah dengan Zainab. Kaum muslimin dikenyangkan dengan roti dan daging.
Kemudian beliau saw keluar menemui ibu-ibu kaum mukminin (istri-istrinya saw)
dan mengucapkan salam kepada mereka, mendoakan mereka dan mereka pun menyambut
salamnya dan mendoakannya, beliau lakukan itu pada pagi hari setelah malam
pengantinnya.